selamat datang

Makacih ya udh mw mengunjungi blog_Q....
meskipun cuma sdikit yang bisa Q bagi cz pengetahuanQ yang juga masih jauh dari cukup, Insya Allah yang sedikit ini bisa memberi manfaat... maaf kalo masih ditemukan banyak kesalahan dan kekurangan...
harap dimaklumi...
diharapkan komentarnya..._^

Rabu, 21 Desember 2011

Bioremediasi Tumpahan minyak di Laut


2.1. Bahaya Tumpahan minyak bumi
Minyak bumi terbentuk sebagai hasil akhir penguraian bahan-bahan organik yang berasal dari sel-sel dan jaringan hewan dan tumbuhan laut yang tertimbun selama jutaan tahun di dalam tanah, baik di daerah daratan atau pun di daerah lepas pantai. Minyak mentah yang tumpah di laut memiliki dampak negatif yang cukup besar bagi kehidupan dan lingkungan. Tumpahan minyak di laut biasanya berasal dari kebocoran kapal tanker minyak yang beroprasi di laut.
Kecelakaan besar tumpahnya minyak di laut yang pernah terjadi adalah yang menimpa kapal  Torrey Canyon di  daerah Cornwall-Inggris (1976) menumpahkan 117.000 ton, Amoco Cadiz di Inggris (1978) menumpahkan 223.000 ton, Exxon Valdez di Alaska (1989) menumpahkan 11.2x  ton sepanjang 3800 km dari garis pantai, dan Mega Borg di Texas (1990) menumpahkan 500.000 gallon minyak. Tumpahan minyak akibat meledaknya kilang minyak montara mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 860 miliar selain itu, diperkirakan sebanyak 500 spesies pembentuk terumbu karang rusak dan 3.000 spesies ikan terancam punah.
Menurut Triatmodjo (1999), Tumpahan minyak di laut dapat mengakibatkan pencemaran hingga di daerah pesisir. Hal ini karena daerah pesisir merupakan daerah yang mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Tumpahan minyak yang terbawa bersama arus pasang dapat terpenetrasi dan terakumulasi di dalam tanah (Pezeshki dkk., 2000).
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, perilaku biota laut dan merusak ekosistem mangrove. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya. Efek dari tumpahan minyak di laut dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu minyak yang larut akan mengapung pada permukaan air dan minyak yang tenggelam akan terakumulasi didalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan bebatuan di pantai.
Minyak yang larut akan mengapung pada permukaan air dapat menyebabkan air laut menjadi berwarna hitam dan menggangu organisme yang hidup pada permukaan perairan. Minyak yang tergenang di atas permukaan laut ini akan menghalangi masuknya sinar matahari kedalam zona fotik dan tentu saja akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis sehingga dapat memutus rantai makanan pada daerah tersebut,  jika hal demikian terjadi, maka secara langsung akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah tersebut karena terhambatnya fotosintesis fitoplankton. Selain itu, genangan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer sehingga dapat mengurangi kelarutan oksigen. Kekurangan oksigen akan mempengaruhi bentuk kehidupan laut yang aerob.
Minyak yang tenggelam akan terakumulasi didalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan bebatuan di pantai akan mengganggu organisme interstitial maupun organime intertidal, organisme intertidal adalah organisme yang hidupnya berada pada daerah antara pasang tertinggi dan surut terendah. Ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, anemon, moluska dan lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian. Sama halnya dengan organisme interstitial yaitu organisme yang hidup diantara pasir dan bebatuan seperti cacing policaeta, rotifer, Crustacea dan organisme lain. Minyak-minyak tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan bebatuan sehingga akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan perkembangan hewan yang mendiami daerah ini.
Minyak dapat menyebabkan tertutupnya lapisan daun sehingga menghambat jalur transpirasi, dan berkurangnya fotosintesis daun. Senyawa hidrokarbon aromatis polisiklis (PAH) yang terkandung didalam minyak memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Efek toksik dari hidrokarbon jangka pendek antara lain adalah bahwa molekul-molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel (Sumadhiharga, 1995). Hidrokarbon dapat menyebabkan larutnya lapisan lemak yang menyusun membran sel, sehingga menyebabkan hilangnya cairan sel atau kematian terhadap sel (Rosenberg and Ron, 1998). Ketahanan PAH di lingkungan dan toksisitasnya meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah cincin benzenanya (Mueller et al. 1998).

2.2. Hidrokarbon minyak bumi
Komposisi minyak bumi terdiri dari campuran kompleks senyawa organik yaitu hidrokarbon dalam komposisi paling besar yaitu sekitar 90% dan senyawa non-hidrokarbon (Fahruddin, 2010). Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa yang tersusun atas atom C (carbon) dan atom H (Hidrogen). Senyawa Hidrokarbon digolongkan dalam 3 kategori yaitu Hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik dan hidrokarbon aromatik.
 










Benzena merupakan salah satu jenis senyawa hidrokarbon aromatik dengan struktur molekul berbentuk siklik satu cincin. Benzena memiliki sifat molekul dengan resonansi yang tinggi sehingga cenderung stabil di alam. Hal ini yang menyebabkan benzena bersifat rekalsitran terhadap degradasi, bersifat toksik dan karsinogenik.
Senyawa Non-hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah adalah senyawa Sulfur, Oksigen, Nitrogen dan Logam (Head et al, 2006), namun dalam jumlah yang sangat sedikit.

2.3. Bioremediasi oleh Mikroorganisme
Bioremediasisi merupakan perombakan secara biologis dengan bantuan mikroba. Mekanisme yang berlangsung yaitu bioremediasi oleh enzim-enzim yang dihasilkan mikroba tertentu atau biosorpsi oleh dinding sel mikrob dimana senyawa yang berbahaya tersebut diubah secara enzimatis menjadi senyawa lain yang tidak berbahaya misalnya , metan, air, garam-garam anorganik, dan hasil samping lain yang lebih sederhana dari senyawa semula. Mikroorganisme merupakan makhluk hidup mikroskopis yang memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan.
Menurut Dr. Fahruddin, mikroba yang dimanfaatkan sebagai pendegradasi harus mampu menghasilkan enzim oksigenase yang dapat mengoptimalkan hubungan permukaan sel mikroba dengan bahan pencemar melalui interaksi hidrofobik.
Dua pendekatan yang dapat digunakan dalam bioremediasi tumpahan minyak adalah bioaugmentasi yaitu mikroorganisme pengurai ditambahkan untuk melengkapi populasi mikroba yang telah ada, dan biostimulasi yaitu pertumbuhan pengurai hidrokarbon asli dirangsang dengan cara menambahkan nutrien dan/atau mengubah habitat (Venosa & Zhu, 2003). Dalam banyak penelitian lapangan, ternyata metode bioaugmentasi terbukti kurang efektif, karena kondisi isolasi bakteri yang tidak sama dengan kondisi lapangan. Sebaliknya, banyak penelitian laboratorium maupun lapangan yang menunjukkan keberhasilan metode biostimulasi.
Proses degradasi yang dilakukan oleh bakteri secara alami memerlukan waktu yang relatif  lama karena pengaruh faktor-faktor tertentu. Kecepatan biodegradasi minyak oleh bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi bahan pencemar, konsentrasi biomassa, keragaman populasi, aktivitas enzim, ketersediaan oksigen, suhu yang optimal untuk biodegradasi yaitu sekitar 30-40°C, pH yang berkisar antara 6,5 – 7,5 dan ketersediaan nutrisi untuk perkembangan bakteri seperti nitrogen dan fosfor.
Hasil seleksi mikroba pendegradasi dari Indonesia Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) menyebutkan beberapa jenis mikroba yang dapat mendegradasi minyak bumi yaitu jenis Klebsiella planticola ICBB1, Bacillus thuringiensis ICBB2, Brevibacillus choshinensis ICBB 3, Bacillus thuringiensis ICBB4, Bacillus fusiformis ICBB5, Bacillus fusiformis ICBB6, Burkholderia norimbergensis ICBB7. Sedangkan mikroba yang dapat mendegradasi benzena adalah sebagai berikut :
Tabel Mikroba pendegradasi benzena
Jenis Mikroba
Karakteristik
Sumber/referensi
Mycobacterium vaccae (ATCC 29678)
Kapasitas degradasi pada 50 ppm/72 jam
ATCC/ Burback dan Perry, 1993
Pseudomonas putida MT-2 (ATCC 23793)
Mengandung Tol Plasmid pWWO.
Lee et al, 1995
Pseudomonas putida
Oksidasi lewat katekol dengan enzim 1,2 dioksigenase
Irie et al, 1987
E. Coli JM83
Mengubah benzena menjadi katekol melalui cis-benzena glycol
Irie et al, 1987
Pseudomonas putida F1
Mampu mendegradasi BTX secara aerob
Yu et al, 2001
Escherchia coli
Mengandung klor bipenil dioksigenase
Suenaga et al, 2001
Sumber : Bioteknologi Lingkungan (Fahruddin, 2010)

Mikroba-mikroba ini mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon dengan memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber karbon dan energi yang diperlukan bagi pertumbuhannya. Mikroorganisme ini memiliki kemampuan mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya sehingga dapat berpartisipasi dalam pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak bumi menjadi gas karbon dioksida ( ) dan bioproduk seperti asam lemak, gas, surfaktan, dan biopolimer.
tidak dapat ditentukan secara pasti seberapa besar kemampuan bakteri mendegradsi minyak bumi karena setiap bakteri memiliki kemampuan mendegradasi minyak bumi yang berbeda-beda dan juga kecepatan degradasi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Seperti penambahan nutrien pada mikroba alami yang hidup pada areal yang tercemar minyak dapat menurunkan konsentrasi minyak sebesar 36,61% dari konsentrasi awal dalam waktu 6 minggu (Munawar et al, 2007)
Hidrokarbon yang terkandung didalam minyak bumi digunakan oleh mikroba sebagai substrat. Sebelum digunakan sebagai sumber karbon, hidrokarbon harus dipecah terlebih dahulu melalui proses oksidasi yang melibatkan oksigen sebagai akseptor elektron (Harayama et al, 1999). Oksigen ini berperan dalam metabolisme seluler yaitu sebagai reaktan pada proses anabolisme dan katabolisme. Enzim yang berperan dalam proses degradasi hidrokarbon adalah enzim oksigenase. Monooksigenase mengkatalis masuknya satu atom kedalam senyawa organik. Oksigen yang bergabung dengan senyawa organik dalam bentuk hidroksil (OH) dan satu atom oksigen lainya membentuk molekul air ( ). Aktivitas enzim monooksigenase sebagai katalis masuknya gugus OH dalam senyawa organik disebut juga enzim hidroksilase.

2.4. Biodegradasi hidrokarbon aromatik
Senyawa hidrokarbon aromatik dalam minyak merupakan senyawa yang cukup toksik. Tingkat toksisitas senyawa hidrokarbon aromatik ini sejalan dengan banyaknya jumlah cincin benzenanya. Benzena adalah senyawa hidrokarbon aromatik berbentuk siklik satu cincin. Beberapa mikroorganisme diketahui dapat mendegradasi hidrokarbon aromatik, salah satunya adalah Pseudomonas putida (yu et al, 2001).
Proses biodegradasi diawali dengan masuknya dua atom oksigen dalam ikatan cincin benzena (munir, 2006) yang dikatalis dengan bantuan enzim dioksigenase sehingga membentuk molekul cis-dihidrodiol. Tahap oksidasi selanjutnya adalah pemecahan cincin aromatik oleh enzim dioksigenase menjadi senyawa katekol. Katekol merupakan senyawa hasil antara yang dapat masuk kedalam siklus krebs (siklus asam sitrat) yang merupakan tahap penting dalam katabolisme hidrokarbon (fahruddin, 2010). Selanjutnya akan terbentuk 2 jalur pemotongan yaitu ortho dan meta yang akan dikatalis oleh enzim dioksigenase melalui jalur panjang. Produk akhir dari proses degradasi ini adalah senyawa karbon dioksida ( .
benzena


Gambar alur biodegradasi senyawa benzena

2.5. Pengaruh bioremediasi terhadap lingkungan
Teknik bioremediasi merupakan salah satu teknologi yang mulai dikembangkan secara luas dan penerapannya terus berkembang dilapangan. Teknologi ini relatif lebih ramah lingkungan, efisien, dan penanganannya lebih cepat. Teknik bioremediasi juga menjadi salah satu bidang penelitian dan perkembangan industi di beberapa negara. Teknik bioremediasi menggunakan mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim yang digunakan sebagai pendegradasi bahan pencemar tersebut. Gas-gas yang dihasilkan dari biodegradasi minyak bumi adalah dan NO. Gas-gas hasil aktivitas mikroba ini akan terlepas ke atmosfir. Emisi gas , , dan  merupakan komponen utama gas rumah kaca yang menghalangi pantulan panas dari bumi (Fahruddin, 2006). Emisi ini turut menyumbang terjadinya efek rumah kaca. Selain itu, Gas  perlu diteliti karena memiliki sifat korosif yang dapat merusak peralatan pertambangan dari logam (Shaw, 2005).

PEMBAHASAN

Meskipun telah disadari bahaya yang ditimbulkan dari tumpahan minyak akibat kecelakaan maupun limbah buangan saat pengeboran minyak namun perusahaan-perusahaan minyak bumi tetap berusaha mencari pasokan minyak untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bakar fosil tersebut.
Salah satu perusahaan pengeboran minyak di Sulawesi Tengah terletak di Perairan Teluk Tolo kabupaten Morowali. Meskipun belum pernah dikabarkan terjadi kecelakaan tumpahnya minyak hasil pengeboran diteluk Tiaka tersebut namun dampak dari eksploitasi minyak di daerah ini mulai dirasakan oleh nelayan yang mencari ikan di sekitar pengeboran minyak. Mereka mengakui bahwa sejak perusahaan minyak ini berproduksi pada akhir juli 2005, ikan tangkapan nelayan mulai berkurang.
Lapangan Minyak Tiaka memiliki kapasitas produksi minyak mentah sebesar 1.600 barel per hari. Hasil evaluasi dan perhitungan sumur tersebut menunjukkan bahwa cadangan minyak bumi di lapangan Tiaka sebesar 106,56 juta barrel. Meskipun belum ada hitungan pasti seberapa besar limbah lumpur minyak yang dihasilkan tiap tahunnya, belum lagi tumpahan minyak pada saat proses pengeboran minyak, tanpa disadari minyak-minyak tersebut telah mencemari areal sekitar pengeboran.
Daerah yang berpotensi tercemar minyak tersebut dapat dipastikan dihuni oleh biota laut dan mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme yang hidup secara  alami di areal tercemar inilah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agen bioremediasi bila sewaktu-waktu kecelakaan terjadi dipengilangan minyak tersebut. Mikroorganisme yang hidup diarea pengilangan minyak telah beradaptasi terhadap pencemaran minyak yang terjadi sehingga akan lebih efektif bila menggunakan bakteri tersebut daripada harus menambahkan bakteri lain yang belum tentu sesuai dengan kondisi daerah yang tercemar. Penelitian lebih lanjut dan pengembangan skala laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri yang hidup di Lapangan minyak Tiaka Morowali.

Entner Doudoroff Pathway


A.      Mekanisme Entner Doudoroff Pathway
Langkah awal dalam glikolisis jalur ini adalah fosforilasi glukosa dengan bantuan sebuah enzim hexokinase dengan kofaktor  untuk membentuk glukosa 6-fosfat. Reaksi ini membutuhkan ATP yang bertindak untuk menjaga konsentrasi glukosa rendah dengan terus menerus mempromosikan transportasi glukosa ke dalam sel melalui membran plasma transporter.

Glukosa + (ATP)            glukosa 6-fosfat + ADP

Selanjutnya adalah Oksidasi gugus aldehid dari glukosa 6-fosfat menjadi 6-asam fosfoglukonat dan  dengan bantuan enzim glukosa 6-fosfat dehidrogenase. Reaksi ini memerlukan  atau  sebagai kofaktor dan NAD.

Glukosa 6-fosfat + (NAD)             6-asam Fosfoglukonat +

6-asam fosfoglukonat yang terbentuk akan mengalami dehidrasi membentuk suatu senyawa intermedit yang unik yaitu  2-keto-deoksi-6-asam fosfoglukonat dengan bantuan enzim 6-fosfoglukonat dehidrase yang merupakan salah satu enzim kunci dalam reaksi jalur entner doudoroff.

6-asam fosfoglukonat             2-keto-deoksi-6-asam fosfoglukonat

Selanjutnya komponen 2-keto-deoksi-6-asam fosfoglukonat (KDFG) ini akan dipecah menjadi triosa yaitu asam piruvat dan gliseraldehid 3-fosfat dengan bantuan enzim DFGH aldolase yang juga merupakan enzim kunci dalam reaksi ini.

2-keto-deoksi-6-asam fosfoglukonat             asam piruvat
2-keto-deoksi-6-asam fosfoglukonat             gliseraldehid 3-


Komponen Gliseraldehid 3-fosfat yang terbentuk akan masuk kedalam jalur Embden Meyerhoff Parnas (EMP Pathway) membentuk molekul asam piruvat yang kedua dengan melepaskan 2ATP dan .

gliseraldehid 3-            asam piruvat + 2ATP + 2

Bila asam piruvat yang terbentuk dilanjutkan prosesnya dalam keadaan anaerob atau tanpa oksigen maka akan terbentuk reaksi fermentasi membentuk Etanol dengan bantuan enzim piruvat dekarboksilase. Gliseraldehid 3-fosfat yang masuk kedalam Embden Meyerhoff Parnas Pathway dalam proses fermentasi juga dapat membentuk asam laktat.

B. Enzim yang terlibat
Proses metabolisme karbohidrat tidak lepas dari bantuan kerja enzim sebagai biokatalisator yang mempercepat laju reaksi. Enzim kunci dalam entner doudoroff pathway adalah 6 fosfoglukonat dehidrase dan 2 keto 3 deoksiglukosafosfat aldolase. Selain 2 enzim kunci tersebut, terdapat pula Enzim-enzim lain yang terlibat dalam proses glikolisis khususnya jalur Entner Doudoroff yaitu Heksokinase dengan Kofaktors: , Fosfohidrolase, Fosfoglukosa isomerase, Fosfofruktokinase dengan  Kofaktors: , Aldolase, Trios fosfat isokinase, Gliseraldehid-3 fosfat dehidrogenase, Fosfogliserat kinase Dengan Kofaktor: , Fosfogliserat mutase, Enolase, Piruvat kinase dengan Kofaktor: .